Friday, April 30, 2010

Rielle Hunter on Oprah unrepentant about affair with John Edwards

Unrepentant Rielle Hunter, former and possible current mistress of disgraced politician John Edwards, appeared for an interview on the Oprah Winfrey Show on April 29, 2010. Hunter was on Oprah to tell her side of the affair that broke up the marriage of John and Elizabeth Edwards and derailed Edwards' campaign for the Democratic nomination for president. Rielle Hunter had a child, Quinn with John Edwards as a result of the affair.


Reille Hunter was the other woman, key to the breakup of the marriage between John and Elizabeth Edwards. Hunter insisted that you cannot steal a man because people are not property. Hunter stated, 'You can't steal someone else's husband. People are not property.' The 'if she cannot hold on to her husband that is not my responsibility' excuse is the mantra of mistresses everywhere.

When asked how Elizabeth Edwards had learned about the affair, Rielle Hunter said that she had purchased Edwards a cell phone, which was a replica of his official phone, to use exclusively to talk with her. Elizabeth Edwards used the phone and the number connected to Rielle Hunter, who answered 'Hey Baby.'

Hunter alleged, as she has in the past, that Elizabeth Edwards was abusive to her husband and the he was afraid of his wife. Elizabeth Edwards, 60, who has terminal cancer, has separated from her straying husband.

Oprah played portions of a statement John Edwards made on national television in 2008 denying that he had an affair with Rielle Hunter and denying that her baby was his. Hunter told Oprah that after he made that statement on television that he called her and told her that the statement didn't mean anything.

Rielle talked about the scheme that was hatched by Edward aide Andrew Young to claim that Hunter's baby was his, in order to protect Edwards political career. Rielle Hunter insisted that is was Young's idea and not hers, which contradicted statements Young and his wife have made in the past. Hunter said that she almost went along with the scheme because Edwards wanted her to.

Rielle Hunter admitted that everyone had been hurt in the aftermath of the affair, but would not admit to hurting Elizabeth Edwards, saying that she did not know if she hurt Elizabeth Edwards.In direct contradiction to that, Hunter said that she has become a better and more compassionate person. Hunter also said that she does not regret what happened because she has learned so much in the process.

Toward the end of the interview Oprah asked whether she was getting child support and financial support. She first admitted that she was getting child support and when Oprah insisted on clarification she also admitted that she was getting financial support from Edwards, whom she calls Johnny.

Hunter said that she still loves Edwards, still trusts him and that she believes that he still loves her. When asked if she wanted to marry Edwards, Hunter said that she was not sure that she ever wanted to marry again to anybody.

Rielle Hunter refused to answer Oprah's repeated question about the state of her current relationship with the father of her child, Quinn. At the end of the interview, Oprah tried again and Hunter smiled coyly and almost flirtatiously said 'That's private.'

Saturday, April 24, 2010

Perempuan dan identitasnya.

Ada satu hal menarik yang saya dapatkan ketika menjadi Mc dan mengikuti perayaan Hari Kartini yang dilakukan oleh ibu-ibu Dharma Wanita di kantor hari selasa dan rabu kemarin. Benarkah perempuan akan kehilangan identitasnya ketika sudah menikah?

Bukan, ini bukan pertanyaan sesinis dan sesarkastis yang seperti biasa saya lontarkan. Hanya sedikit perasaan tergelitik saja. Bahwa seorang perempuan akan kehilangan nama sebenarnya ketika telah menikah. Memangnya salah?

Satu moment menarik ketika saya menjadi Mc acara tersebut adalah ketika ingin mempersilahkan Ketua Dharma Wanita Persatuan untuk memberikan kata sambutannya. Sayapun bertanya pada salah satu wanita, nama lengkapnya siapa? Jawaban yang saya terima cukup sederhana namun cukup menohok. Tidak usah menggunakan nama aslinya. Cukup memanggilnya dengan Ny. Xyz saja. What?



Bukankah setiap orang sudah memiliki nama indahnya masing-masing? Walaupun seorang penyair pernah berkata apalah arti sebuah nama, tapi tetap saya menganggap bahwa nama adalah sebuah identitas yang penting. Dalam sebuah nama terdapat doa-doa para orangtua. Pemberian nama pun tidak sembarangan prosesnya. Butuh satu ekor kambing yang dikorbankan untuk perempuan, dan dua ekor untuk lelaki. Dan nama itu seenaknya mau diubah?

Entahlah, apakah memang ini hanya perasaan saya saja atau bukan. Tapi rasanya memang dimana-mana kita temui kenyataan seperti ini. Misalnya ketika ibu-ibu sedang ngumpul –dan bergosip- biasanya mereka memperkenalkan (atau diperkenalkan) seseorang dengan menyebut nama suami terlebih dahulu. Dan ini akhirnya terbawa sampai nanti. Bahwa seorang perempuan akan lebih akrab dipanggil sebagai Nyonya Andi, Ibu Budi dan sebagainya.

Apakah ini menjadi masalah? Entahlah. Karena saya sendiri belum pernah merasakan nama saya dipanggil memakai nama orang lain. Saya sendiri pasti merasa aneh. Apakah memang karena saya sendiri belum berkeluarga? Dan kenapa harus perempuan yang kehilangan identitasnya? Pernahkah seseorang dipanggil sebagai Tuan Rini atau Bapak Wati misalnya?

Belum lagi ketika seorang perempuan sudah memiliki anak. Namanya akan berubah lagi. Menjadi ibunya iqko, bunda Bila dan lain sebagainya. Apakah ini akah menjadi persaingan tersendiri? Diantara mereka yang lajang, yang biasanya masih dipanggil dengan nama asli, melawan mereka yang sudah menikah, (yang dipanggil dengan nama suami) dan mereka yang sudah menikah dan punya anak (yang dipanggil dengan nama anaknya).

Lantas bagaimana nanti ketika dia cerai (mudah-mudahan tidak!)? Ketika dia sudah dikenal dengan nama suaminya, dan sekarang harus jalan sendiri. Dia dipanggil apa?

Rasanya kehidupan pasca menikah pun seorang perempuan harus dikenal dengan nama aslinya. Tidak perduli nama suami atau nama istrinya nanti sebagus apa. Karena ini terkait mengenai identitas pribadi.

Tidak perlu rasanya mengembel-embeli diri dengan panggilan pasangan, karena toh semuanya punya kehidupan masing-masing? Ataukah saya yang salah melihatnya? Karena setelah menikah nantipun saya akan mengenalkan istri saya sebagai dirinya sendiri. Bukan dengan nama saya.

Selamat Hari Kartini untuk seluruh perempuan, tetap pegang identitasmu, siapapun dirimu :)

Monday, April 19, 2010

Kisah si perenang amatiran (bagian 1)

Entah sudah berapa kali postingan mengenai saya yang berusaha menjadi sehat ada di blog ini. Mulai dari resolusi hidup sehat, niat untuk berolahraga, dan semuanya itu gagal! Tidak ada yang berhasil. Sampai angka timbangan sudah sampai ke angka 99++ dengan segala konsekuensinya.

Tapi kenyataan itu bertambah menyeramkan ketika saya masuk di kantor yang baru. Kenapa? Disini justru saya kebanyakan duduk. Bisa dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore. Belum lagi ditambah asupan makanan berlemak –kenapa semua makanan enak itu selalu membawa dosa?- di tiap rapat atau sesi makan gratis lainnya. Mau mati muda?

Saya pikir tidak. Kiprahku masih panjang. Masih banyak hal yang ingin saya lihat dan ingin saya lakukan. Tapi bagaimana caranya kalau gaya hidup seperti itu? Olahraga cuma seminggu sekali, sementara asupan racun bisa berlangsung tiap hari. Ini harus dihentikan!

Akhirnya setelah memikirkan berbagai macam alternatif olahraga, akhirnya saya memutuskan untuk melakukannya. Fitness? Tidak. Saya masih parno akan kemungkinan badan yang semakin melar kalau fitness tersebut tidak berkelanjutan. Bersepeda? Duit saya belum cukup buat membeli sepeda yang rasanya menjadi semakin mahal. Lari? Huff! Banyakan capeknya. Lagian efek cedera menjadi terlalu besar karena tungkai yang kecil belum mampu menopang badan yang segede-gede gaban. Jadi?



Renang! Akhirnya saya memilih jurus ini untuk sedikit mengeraskan dan menghilangkan gumpalan lemak di tubuh. Ada ketakutan yang menghantui sebenarnya, saya belum bisa terlalu berenang. Itupun kalau ke kolam atau ke pantai, banyakan main airnya daripada berenang. Sebentar apa yang dikatakan orang? Kalau saya tenggelam?

Pertanyaannya lagi, saya mau berenang dimana? Celana renangnya mau bagaimana? Beli? Dimana? Berapa harganya? Hahhaha. Kok kayaknya ribet banget yah! Tapi berhubung niat yang sudah membulat, maka saya pun memulai perjuangan saya sebagai perenang amatiran.

Yang pertama dilakukan adalah berburu celana renang! Dimana saya bisa mendapatkan celana renang yang cocok untuk beruang? Saya sempat mengikuti saran seorang teman di kantor, katanya cari di Barata. Sebuah toko pakaian di daerah pantai Losari. Beberapa kali niat ini selalu gagal, tapi begitu kesampaian ternyata hasilnya pun tidak sesuai dugaan. Pas saya menanyakan celana renang yang dimaksud, mbak-mbak penjaganya cuma bilang,

“maaf pak. Tidak ada ukuran untuk bapak”


Wtf! Apalagi penjaga toko itu mengatakannya tanpa merasa bersalah sedikitpun! Akhirnya saya bingung lagi, mau cari dimana? Lokasi kedua : matahari! Disini baru saya mendaptkan yang sesuai, yah Cuma satu masalahnya. Harganya ngajakin miskin banget! 189. 000 rupiah. Huhuhuhu. Mau makan apa saya selama sisa sebulan ini? Tapi yasudlah. Daripada besok yang kenapa-kenapa, akhirnya celana ini terbeli juga.

Rencana kedua adalah hunting kolam renang. Dimana? Kapan? Bagaimana? Dari sekian banyak kolam yang ada di Makassar, hanya ada ebberapa tempat yang rekomendasi mengenai kebersihannya. Untuk waktu sih, sepertinya tidak ada waktu lain selain sore hari. Kolam Mattoangin? Kejauhan dari kantor, belum dapat macetnya selama perjalanan. Pasti sampai disitu kolamnya sudah tutup. Unhas? Kayak tidak tahu saya kolam renangnya diisi pakai air dari mana. Dari danau unhas cint! Kolam hotel? Nggak tahu harganya berapa, pasti lebih ngajakin miskin banget lagi. Dan akhirnya pilihannya jatuh ke padepokan Tirta Lontara. Murah, meriah, dekat dari kantor.

Semua persiapan sudah siap, jadi tunggu apa lagi?
My Ping in TotalPing.com